Lidah orang berakal di belakang hatinya, dan hati orang bodoh di belakang lidahnya. ketahuilah lidah laksana seekor binatang buas. jika kalian lepaskan pasti dia akan membunuh.


mawlawiyah

Jumat, 12 Agustus 2011

Akan Ku Katakan Cinta

Cerpen
             Akhirnya keinginanku terkabul juga, setelah menunggu 2 tahun, harapan bisa satu kelas dengan Agung pun jadi kenyataan. Tadi saat pengumuman ruang acak itu keluar, aku sempat tak percaya, tapi ntah kenapa hatiku berdebar terus menerus, aku gugup. sebagaimana dia cinta pertamaku. Aku tak mau cinta ini berlalu sia-sia. Aku merasa inilah kesempatanku.
             Pagi yang cerah, secerah hatiku yang menyambut baik hari ini. Hari pertama masuk kelas 3 SMA. Karena senangnya sampai-sampai semalam mataku tak dapat terpejam sedikitpun.
            “Jadi telat deh,,, kira-kira aku dapat bangku yang dekat dengan Agung gak yaa?” pikirku cemas sambil terburu-buru masuk keruang kelas baru.
            Agung tampak sibuk melepas jaket merahnya saat aku masuk ruangan itu. Dia duduk di bangku paling depan bagian tengah agak dekat dengan meja guru. Dan mataku berbinar-binar saat melihat bangku di belakangnya kosong, cepat-cepat aku mendekati bangku itu, tepat sampai disamping tempat duduk Agung, seseorang menabrakku hingga membuatku hampir jatuh, untung aku sempat pegangan. “Siapa sich? Nggak sopan banget.” Gerutuku kesal.
            “Aduh maaf ya minggir-minggir..” Suruh cewek itu dengan nada centilnya, lalu seenaknya duduk dibangku yang akan aku tempati.
            “Aaah, akhirnya, dapat tempat duduk juga. Capek ni habis lari-lari.” Ujar cewek yang satunya tak kalah manja. Ukh..bikin BeTe.
            Sekarang aku duduk dimana? Sepertinya tak ada sisa untukku. Hah?!? Kok yang kosong cuma pojok belakang, 2 bangku.
            Cocok deh, satu buat aku yang satu buat sahabat yang tak bisa diharapkan, Ony. “Nggak ingat apa janjinya semalem? Aku usahain berangkat pagi, nanti aku cariin bangku yang dekat sama Agung”. Gerutuku lagi,, meniru kata-kata Ony semalem di telepon. Sekarang pasti sedang berurusan dengan guru piket.
            “Nggak dapet bangku ya? Duduk disini aja. Aku juga sendirian kok!” suara berat seorang cowok yang langsung mengagetkan aku. Aku menoleh.
            “Heh?!? Ak..ak..aku?” Tanyaku balik tak percaya.
            “Iya, sebangku sama aku aja. Kamu Nina kan?” Tanya cowok itu lagi. Semakin membuatku terkaget-kaget. Agung mengajakku duduk sebangku? Mimpi,,, ini pasti mimpi.
            “eh,i....iy....iya.” tanpa sadar aku langsung duduk disampingnya dan melepas tas tanpa sedikitpun mengalihkan pandanganku darinya.
            “Ada apa?” Tanya Agung heran melihatku yang dari tadi menatapnya. Seketika kau sadar kalau ini nyata. Terima kasih tuhan,, engkau memang menyayangiku.
            “Kamu....baik,” jawabku singkat. Membuat senyumnya melebar dan menatapku senang.
           
            Baru dua minggu sebangku, kita sudah karab. Agung sering menolongku memecahkan soal kimia yang sulit. Bahkan dia tak malu lagi bercerita tentang keluarganya dan kehidupan sehari-harinya. Bagiku, itu adalah keajaiban. Tak menyangka kebaikan tuhan sampai sejauh ini.
            Bel masuk sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Tapi Agung belum juga datang. Beruntung jam pertama guru-guru rapat, jadi kalau telat masuk kelas nggak ketahuan.
            Apa dia terlambat ya? Tapi dia selalu rajin berangkat pagi. Akh paling ada urusan diluar sama temen-temennya, jadi malas masuk kelas mungkin. Dasar. Ekh, bisa saja ada sesuatu yang terjadi diluar sana?
            Batinku ngedumbel  sendiri, raut wajahku tak bisa menyembunyikan kecemasanku. Berulang kali ku ketukkan jari-jariku kemeja sambil melihat kearah pintu. Tanpa ku sadari ada seseorang yang sedang mengamati kecemasanku itu.
            “Tadi aku ditabrak orang,, sialanya dia malah kabur.” Terang Agung agak kesal dengan kejadian yang baru saja menimpanya.
            Seluruh kelas kaget melihat Agung masuk dengan jaket dan tas yang kotor. Dan beberapa luka ditangan dan pipinya. Beberapa anak berlari kearah bangku kami dan memaksa Agung bercerita tentang kecelakaannya secara kronologis. Dan beberapa lainnya hanya duduk dan memperhatikannya dari jauh. Aku tak bisa seperti itu, diam dan mengamati. Agung terluka dan tak ada yang menolong.
            “Gung ke UKS yuk, lukanya berdarah. Harus diobati!!!” seruku agak keras, menghentikan pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman dan semuanya melihat kearahku.
            Setelah mendapat kunci UKS, aku dan Agung menuju ruangan itu berdua. Hanya berdua, belum sempat teman-teman ikut membantu mengobati luka Agung. Bu.Ida sudah masuk ruangan kelas. Dan hanya aku dan Agung yang keluar.
            Aku sempat berdebar-debar dan gugup saat mengobati luka ditangan Agung yang berdarah, belum lagi saat menempelkan plester di pipinya. Tapi Agung terlihat biasa, dia tak mengetahui semua perasaan yang berkecamuk di hatiku.
            Setelah selesai, kami masuk kembali kekelas dan mendengarkan Bu.Ida menjelaskan materi Biologi. Tiba-tiba seseorang memanggil Agung dari belakang dengan nada setengah berbisik. Tepat di belakang bangku kami.
            “sst..sst..Gung..Agung...” panggil Revi pelan dengan sesekali melihat kearah Bu.Ida.
            “Ada apa?” Tanya Agung agak keras.
            “Duuhh yang baru aja dapet perawatan intensif dari fans beratnya...” kata Revi masih dengan nada pelan dan sedikit melirik padaku. Aku mendengar itu dengan jelas, dan tiba-tiba saja aku takut. Feeling buruk oun muncul.
            “Maksud kamu apa?” tanya Agung bingung hingga matanya kini beralih ke Revi.
            “Lho,,kamu nggak tau ya kalau Nina suka sama kamu,, dari kelas satu malah...” jawab Revi. Dia melirik padaku dan tersenyum usil.
            Degh!
            Mati aku.
            “Nina?” mata Agung melotot kearah Revi, tak percaya. Tapi setelah pandangannya tertuju pada Shisi yang mengangguk mantap, Agung mulai percaya.
            Aku tak berani menoleh kearah mereka, sebisa mungkin mataku memperhatikan Bu.Ida. Rasa takut dan khawatir memenuhi pikiran dan hatiku. Kalau sampai Agung tau tentang perasaanku bagaimana? Mungkinkah dia akan risih padaku? Atau apa?
            “Eh Nin, tapi kamu tau kan kalau Agung udah punya pacar?” sambung Shisi yang berbisik kearahku.
            Pacar?
            Oh tuhan.. Apa lagi ini?
            Apa aku tak sala dengar?
            Aku tak kuasa lagi menahan hatiku. Sekejap mataku saling bertatap dengan Agung. Terlihat disana suatu sorotan mata yang lain dari biasanya. Marahkah dia?
            Aku menangis tadi malam, sempat Ony mencoba menghiburku. Sampai saat ini aku belum bisa menghilangkan kepedihan hatiku. Siapa yang tidak sakit hati mendengar oarng yang dicintainya telah lebih dulu memberikan hatinya pada orang lain sebelum aku mengatakan sejujurnya perasaanku, ini karena kediamanku.
            Disisi lain aku juga memikirkan bagaimana reaksi Agung setelah tau perasaan terpendamku itu. Tatapannya waktu itu berbeda. Apa artinya? Marahkah? Bencikah? Atau risih? Setelah ini jika bertemu dengannya aku harus pasang wajah apa? Dia kan sebangku denganku.
            ‘kalau dia tanya padaku tentang perasaan yang kumiliki, mujngkinkah aku akan berkata jujur’
            “Dia sudah punya pacar. Tak malukah mengakui cinta pada cowok itu? Apalagi kalau dia tak punya rasa sama sekali padamu.” Sebuah suara seolah berbisik padaku lewat angin. Aku jadi teringat bahwa seseorang pernah mengatakan padaku.
            ‘Orang bilang cinta itu tak harus memiliki, bagiku benar, Tapi sejujurnya semua orang pasti ingin memiliki, bahkan terkadang harus memiliki.’
            Saat itu juga aku memutuska untuk tetap mengatakan ‘cinta’ pada Agung. Tak ada alasan lain untuk menghalanginya, tidak juga kekasihnya. Sudah cukup cinta ini aku tutup-tutupi dalam kediamanku. Sebuah cinta tak akan terasa indah bila terus terpendam. Ini hanya menyatakan perasaan, bukan memaksa Dia untuk memiliki.
            Hari sudah sore, aku masih enggan keluar kamar meskipun mataku sudah tidak bengkak lagi. Seharian aku mengurung diri disana, tidak sekolah pula. Segalanya terasa suram, tapi tidak sekarang. Pelan-pelan hatiku membaik, berkat kata-kataku itu.
            “Nina ada teman kamu, keluar dunk! Jangan mengurung diri terus!”  Teriak ibu dari luar kamar sambil berulang kali mengetuk pintu.
            “Iya ibu, aku keluar.” Jawabku setengah teriak lalu membuka pintu.
            “Siapa dia Bu?” tanyakku lagi
            “Agung!”
            Aku tersentak, lalu tersenyum kecil. Inilah kesempatanku untuk mengatakannya, walau pada akhirnya aku tau jawabannya. Ini harus kau lakukan!
            “Kamu baik-baik saja? Matanya nggak semakin bengkak kan?” Tanya Agung bertubi-tubi saat aku berdiri didepannya. Aku tersenyum dan menggeleng.
            “Ony aku paksa untuk cerita semuanya.” Katanya lagi.
            “Semua?”
            “Tidak, aku ingin mendengar semua dari kamu. Kamu mau berkata sejujurnya kan?”
            “Tentu.” Jawabku mantap.  Agung mengerutkan keningnya. Mungkin dia merasa aneh kok tiba-tiba aku begitu kuat. Tak terlihat satu kesedihan .
            “Bagaimana kalau sambil makan diluar atau refreshing?” tawarnya.
            “Ide bagus, sku ganti baju dulu ya.” Agung mengangguk pelan.
            Kalau pada akhirnya ini yang terjadi, aku jadi teringat lagu yang biasa ku dengar, yang dinyanyikan ST12, cinta jangan dinanti, mewakili perasaan hatiku sekarang ini.
            ‘Biar ku ungkap cinta
             Cinta begitu besar
             Biarkan kau menjadi rasa indah yang ku miliki
             Cinta tak sepantasnya aku tutupi saja
             Biar ku ungkap semua perasaan terhapamu...’


M2DH
2 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar