By : Maulawiyah
Organisasi merupakan kesatuan sistemik berbagai bagian
dan menjamin setiap bagian dalam proses organisasi memperoleh pori yang sesuai
dengan kapasitas dan posisinya.[1] Organisasi dapat dirumuskan sebagai suatu
kerjasama berdasarkan suatu pembagian kerja yang tetap. Hidup berkelompok pada
umumnya membutuhkan suatu perkumpulan atau organisasi. Didalam UUD'45 pasal 28E
ayat 3 sudah dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat.[2] Dalam
hal ini berorganisasi disebutkan dengan istilah
berserikat, sedangkan apabila kerjasamanya tidak permanent disebut berkumpul.
Sedangkan organisasi kemahasiswaan adalah organisasi
dalam naungan perguruan tinggi yang berfungsi sebagai wahana dan sarana
pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan, peningkatan kecendikiawanan,
dan integritas kepribadian untuk mencapai tujuan perguruan tinggi.[3] Organisasi berperan sebagai wadah aktualisasi dan pengembangan diri dalam rangka
mengembangkan softskills dan karakter kepemimpinan mahasiswa.
Dalam
suatu organisasi khususnya organisasi mahasiswa, bukan berarti yang memiliki
banyak anggota dan tidak pernah terjadi konflik. Karena dengan adanya konflik
akan menjadikan mereka mampu mengatasi dan memanajemen berbagai konflik yang
akan bermunculan selanjutnya. Yang demikian itu akan menjadi eksistensi dan dinamika
dalam organisasi yang ideal dimana terdapat beberapa tahapan seperti tahap
pembentukan, konflik, pelaksanaan dan pembubaran.
Organisasi
sebagai wadah yang positif untuk aktualisasi mahasiswa. Jika kita pandang dari
segi psikologi, maka akan mengacu kepada aliran humanistik psikologi dengan
Abraham Maslow sebagai salah satu pelopornya. [4]
Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk
merealisasikan potensi-potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan
aktualisasi diri.[5]
Dalam pandangan
Maslow, mengatakan bahwa manusia selain membutuhkan kebutuhan fisiologis, rasa
aman, dicintai, disayangi dan dihargai, manusia juga memiliki kebutuhan
aktualisasi dirinya. Manusia
yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak pengalaman-pengalaman
berharga dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya. Mereka akan
memiliki kemampuan menerima diri sendiri dan orang lain dan juga memiliki rasa
segan dan rasa hormat terhadap orang lain. Dengan demikian, akan terjadi rasa
persaudaraan atau Gemeinschaftsgefuhl seperti kepekaan social, simpati
dan perikemanusiaan serta keterbukaan akan adanya perbedaan individual dan
etnis.[6] Kalau
kita melihat di dunia pendidikan dimana banyak organisasi yang bermunculan baik
ekstra maupun intra, itu dikarenakan kebutuhan akan dihargai dan aktualisasi
diri itu. Kondisi psikis orang yang aktif berorganisasi lebih bagus dalam
rangka mencapai kepribadian yang matang dan bersosialisasi terhadap orang lain
dari pada orang yang tidak berorganisasi.
Setiap individu, memiliki yang namanya motif untuk selalu bersama-sama yang
tertuang dalam organisasi. Sehingga dapat dikatakan orang yang aktif dalam
organisasi memiliki konsep diri yang bagus karena mereka bergabung dengan komunitas
dan orang-orang yang berlatarbelakang yang berbeda-beda.
Mahasiswa
tidak dapat dipungkiri merupakan garda terdepan bangsa dalam kemajuan bangsa.
Tidak dapat dipungkiri juga bahwa sejarah bangsa-bangsa di dunia juga tidak
pernah menisbikan peran para mahasiswa. Namun pada dewasa ini seringkali
terjadi bentuk persepsi yang salah pada masyarakat awam ketika melihat
bentuk-bentuk perjuangan yang dilakukan oleh mahasiswa, inipun terjadi
seringkali karena kurang imbangnya pemberitaan yang dilakukan oleh media massa.
Hal
ini kemudian memberikan pandangan negatif terhadap orang tua yang memiliki anak
yang akan masuk kuliah atau yang sedang kuliah. Seringkali mereka mewanti-wanti
agar anaknya tidak ikut-ikutan organisasi di kampus yang nanti malah mengganggu
kegiatan kuliahnya. Pola pikir yang dimiliki orang tua tersebut memang sangat
beralasan. Sebab mereka ingin melihat anaknya dapat lulus dengan nilai yang
memuaskan selain itu, juga karena biaya pendidikan yang ada sekarang juga
semakin mahal ditambah biaya hidup bagi mahasiswa yang indekos, sangat
membebani bagi keluarga yang pendapatannya pas-pasan. Oleh karena itu dapat
dimaklumi jika keinginan orang tua melarang anaknya untuk berorganisasi di
kampus, supaya anaknya dapat segera lulus kuliah dan memperoleh masa depan yang
lebih baik.
Namun
cerita seperti di atas terjadi tidak kepada semua mahasiswa. Rendahnya minat
mahasiswa berorganisasi juga disebabkan karena memang masih ‘enggannya’ diri
mahasiswa sendiri untuk berorganisasi di kampus. Banyak alasan yang seringkali
mengemuka atas ke-engganan mahasiswa berorganisasi di kampus, diantaranya ialah
karena tugas kuliah sehari-hari yang sudah banyak, kegiatan organisasi yang
kurang begitu menarik bagi mereka, atau karena tidak mau terbebani dengan
kegiatan organisasi kampus. Dari sekian banyak alasan yang dikemukakan di atas
ada faktor lain juga yang sebenarnya dapat mempengaruhi minat seorang mahasiswa
untuk berorganisasi di kampus. Faktor itu adalah semakin banyak dan
beranekaragam berbagai bisnis hiburan baru yang mucul di kota-kota sentra
pendidikan tinggi, seperti mall, tempat nonton, dan tempat-tempat hiburan yang
lain.
Telah
banyak kita ketahui bahwa berorganisasi memberikan nilai positif yang akan
membuat mahasiswa mendapatkan pengalaman baru yang tidak akan mungkin di dapat
dari ruang kuliah saja. Berorganisasi akan memberikan ruang kepada mahasiswa
untuk dapat berkreasi dan beraktivitas secara lebih luas. Mahasiswa akan banyak
berinteraksi dengan orang lain yang berlatar belakang berbeda-beda. Disinilah
kemampuan komunikasi dan emosi (emotional quotient) mahasiswa akan
terlatih dalam menghadapi berbagai persoalan dan konflik yang terjadi.
Kedewasaan berpikir mahasiswa akan semakin tumbuh seiring aktifnya
berorganisasi di kampus. Bahkan seringkali pengalaman berorganisasi di kampus
akan sedikit banyak membantu kawan-kawan dalam menghadapi dunia kerja setelah
lulus nanti.
Sebenarnya
berorganisasi di kampus jika dilakukan dengan benar juga tidak sepenuhnya akan
mengganggu kegiatan kuliah yang ada. Terbukti dengan orang-orang yang
berorganisasi tanpa mengganggu kegiatan kuliah bahkan prestasinya juga tidak
kalah menggembirakan. Misalnya, Prof. Dr. H. Imam Suprayogo yang dulunya
sewaktu mahasiswa, dia adalah orang yang aktif berorganisasi dan sekarang bisa
menjabat sebagai rektor di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Di
dalam realita berorganisasi saat ini, sepertinya banyak terjadi kekurangan
dalam kaderisasi, dimana tidak ada proses penyaringan yang berarti antara anak
yang berniat mengikuti organisasi maupun yang tidak niat. Asal mempunyai anggota banyak dirasa sudah cukup untuk membangun organisasi
itu sendiri. Padahal banyaknya anggota saja tidak cukup, diperlukan orang-orang
yang mempunyai satu visi, misi dan cara berfikir yang kritis serta kesungguhan dalam membawa
nama baik dan mengembangkan organisasi itu sendiri.
Selain itu juga orang-orang yang sudah terjun di dunia
organisasi, ada kalanya mereka mengikuti figur atasan yang kurang tepat. Pimpinan
organisasi yang prilakunya tidak baik, dianggap tetap saja menjadi figur yang
pantas ditiru oleh anggotanya karena kedudukan yang lebih tinggi dan mampu
memberikan keuntungan yang menyebabkan sering terjadinya penyimpangan dari
tujuan terbentuknya organisasi. Hal itu bisa menjadi contoh benih dasar kenapa
para anggota wakil rakyat atau pejabat melakukan berbagai tindakan korupsi.
Meski tidak menuntut kemungkinan juga selain
berorganisasi yang salah, tetapi juga bagaimana parenting dan masa lalu mereka
yang kurang bagus.
Pola pikir sebagian aktivis mahasiswa yang seringkali
salah kaprah, karena terlalu sibuk dengan organisasinya dan melupakan kuliahnya
sudah selayaknya harus segera dihapus. Jangan jadikan berorganisasi membuat
kawan-kawan melupakan kuliah tetapi, jadikan berorganisasi sebagai penyokong
dan penyemangat bagi kegiatan kuliah kawan-kawan. Sudah selayaknya bagi orang tua dan mahasiswa sendiri
menyadari bahwa berorganisasi itu akan memberikan pengaruh positif jika
dilakukan dengan cara yang benar. Memang tidak secara pasti bahwa setiap
mahasiswa yang aktif berorganisasi akan memiliki prestasi yang baik atau akan
memperoleh masa depan yang cemerlang. Berorganisasi hanyalah sebuah jalan,
seberapa jauh yang dicapai semua tergantung dari seberapa keras usaha yang dilakukan
masing-masing orang.
Upaya menumbuhkan minat mahasiswa untuk berorganisasi harus
menjadi perhatian (concern) baik itu orang tua, mahasiswa, serta
otoritas kampus. Upaya membangun komunikasi untuk memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang pentingnya berorganisasi baik bagi orang tua dan mahasiswa
perlu dilakukan. Serta tidak kalah pentingnya adalah, dukungan dari kebijakan
otoritas kampus yang mampu membuat minat mahasiswa untuk berorganisasi
bertambah juga harus dilakukan. Contoh saja seperti kebijakan yang diambil UIN Malang yang mensyaratkan mahasiswanya untuk memperoleh sertifikat
aktif dalam kegiatan organisasi kampus untuk dapat di wisuda serta
memprioritaskan mahasiswa yang aktif berorganisasi untuk mendapatkan beasiswa.
Upaya yang dilakukan seperti ini akan sedikit banyak mendorong mahasiswa untuk
aktif berorganisasi di kampus. Tanpa adanya keaktifan mahasiswa berorganisasi
di kampus maka, secara tidak langsung akan membuat eksistensi kampus juga akan
dipertanyakan keberadaannya.
[1]
In’am, Muhammad Esha; Syaifuddin, Helmi; Faishol, Muhammad, ed. 2 Tahun
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. (Malang: UIN-Malang Press, 2006)
hlm. 30
[2]
Karya Ilmu Surabaya. Sejarah Perjalanan UUD’45. (Surabaya: KIS, 2011).
Hlm. 31
[3]
Angga Teguh Prasetyo. Kamus Istilah Pendidikan. (Malang: Aditya Media
Publishing. 2011). Hlm. 76
[4]
Abraham H. Maslow. Toward a Psychology of Being, 2d ed. (New York: D.
Van Nostrad, 1968). Hlm. 25.
[5]
Abraham H. Maslow. Farther Reaches of Human Nature. (New York: Orbis
Book, 1986). Hlm. 260
[6]
George, C. Boeree. Personality
Theories. (Yogyakarta: Prismasophie, 2009), hlm.260.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar